§ Pengertian
najis
Najis adalah
kotoran yang setiap muslim wajib untuk menyucikan diri darinya dan menyucikan
setiap sesuatu yang terkena kotoran najis tersebut. Sebagaimana firman Allah
SWT :
وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ
Dan pakaianmu, bersihkanlah! (QS. Al-Muddatstsir : 4)
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ
التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
...Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri. (QS. Al-Baqarah : 222)
Rasulullah SAW bersabda:
الطُّهُورُ شَطْرُ الإِيمَانِ
Bersuci itu sebagian dari iman (HR. Muslim dan Ahmad)
§ Macam-macam
najis
1,2 -
Kencing dan kotoran (tinja) manusia
Mengenai najisnya kotoran
manusia ditunjukkan dalam hadits Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا وَطِئَ أَحَدُكُمْ
بِنَعْلَيْهِ الأَذَى فَإِنَّ التُّرَابَ لَهُ طَهُورٌ
“Jika salah seorang di
antara kalian menginjak kotoran (al adza) dengan alas kakinya, maka tanahlah
yang nanti akan menyucikannya.”[5]
Al adza (kotoran) adalah segala sesuatu yang mengganggu yaitu benda najis,
kotoran, batu, duri, dsb.[6]
Yang dimaksud al adza dalam hadits ini adalah benda najis, termasuk
pula kotoran manusia.[7]
Selain dalil di atas terdapat juga beberapa dalil tentang perintah untuk
istinja’ yang menunjukkan najisnya kotoran manusia.[8]
Sedangkan najisnya kencing
manusia dapat dilihat pada hadits Anas,
أَنَّ أَعْرَابِيًّا بَالَ فِى
الْمَسْجِدِ فَقَامَ إِلَيْهِ بَعْضُ الْقَوْمِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله
عليه وسلم- « دَعُوهُ وَلاَ تُزْرِمُوهُ ». قَالَ فَلَمَّا فَرَغَ دَعَا بِدَلْوٍ
مِنْ مَاءٍ فَصَبَّهُ عَلَيْهِ.
“(Suatu saat) seorang Arab
Badui kencing di masjid. Lalu sebagian orang (yakni sahabat) berdiri. Kemudian
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Biarkan dan jangan hentikan
(kencingnya)”. Setelah orang badui tersebut menyelesaikan hajatnya, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas meminta satu ember air lalu menyiram
kencing tersebut.”[9]
Shidiq Hasan Khon rahimahullah
mengatakan, “Kotoran dan kencing manusia sudah tidak samar lagi mengenai
kenajisannya, lebih-lebih lagi pada orang yang sering menelaah berbagai dalil
syari’ah.”[10]
3,4 - Madzi dan
Wadi
Wadi adalah sesuatu yang keluar sesudah kencing pada umumnya, berwarna
putih, tebal mirip mani, namun berbeda kekeruhannya dengan mani. Wadi tidak
memiliki bau yang khas.
Sedangkan madzi adalah
cairan berwarna putih, tipis, lengket, keluar ketika bercumbu rayu atau ketika
membayangkan jima' (bersetubuh) atau ketika berkeinginan untuk jima'. Madzi
tidak menyebabkan lemas dan terkadang keluar tanpa terasa yaitu keluar ketika
muqoddimah syahwat. Laki-laki dan perempuan sama-sama bisa memiliki madzi.[11]
Hukum madzi adalah najis
sebagaimana terdapat perintah untuk membersihkan kemaluan ketika madzi tersebut
keluar. Dari ‘Ali bin Abi Thalib, beliau radhiyallahu ‘anhu berkata,
كُنْتُ
رَجُلاً مَذَّاءً وَكُنْتُ أَسْتَحْيِى أَنْ أَسْأَلَ النَّبِىَّ -صلى الله عليه
وسلم- لِمَكَانِ ابْنَتِهِ فَأَمَرْتُ الْمِقْدَادَ بْنَ الأَسْوَدِ فَسَأَلَهُ
فَقَالَ « يَغْسِلُ ذَكَرَهُ وَيَتَوَضَّأُ ».
“Aku termasuk orang yang sering
keluar madzi. Namun aku malu menanyakan hal ini kepada Nabi shallallahu
'alaihi wa sallm dikarenakan kedudukan anaknya (Fatimah) di sisiku. Lalu
aku pun memerintahkan pada Al Miqdad bin Al Aswad untuk bertanya pada Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam. Lantas beliau memberikan jawaban pada Al Miqdad, “Perintahkan
dia untuk mencuci kemaluannya kemudian suruh dia berwudhu”.”[12]
Hukum wadi juga najis. Ibnu
'Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan,
الْمَنِىُّ وَالْمَذْىُ
وَالْوَدْىُ ، أَمَّا الْمَنِىُّ فَهُوَ الَّذِى مِنْهُ الْغُسْلُ ، وَأَمَّا
الْوَدْىُ وَالْمَذْىُ فَقَالَ : اغْسِلْ ذَكَرَكَ أَوْ مَذَاكِيرَكَ وَتَوَضَّأْ وُضُوءَكَ
لِلصَّلاَةِ.
“Mengenai mani, madzi dan
wadi; adapun mani, maka diharuskan untuk mandi. Sedangkan wadi dan madzi, Ibnu
'Abbas mengatakan, “Cucilah kemaluanmu, lantas berwudhulah sebagaimana wudhumu
untuk shalat.”[13]
5 - Kotoran hewan yang dagingnya tidak halal dimakan
Contohnya adalah kotoran keledai
jinak[14],
kotoran anjing[15]
dan kotoran babi[16].
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata,
أَرَادَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ أَنْ يَتَبَرَّزَ فَقَالَ : إِئْتِنِي بِثَلاَثَةِ
أَحْجَارٍ فَوَجَدْتُ لَهُ حَجْرَيْنِ وَرَوْثَةِ حِمَارٍ فَأمْسَكَ الحَجْرَيْنَ وَطَرَحَ الرَّوْثَةَ
وَقَالَ : هِيَ رِجْسٌ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bermaksud bersuci setelah buang hajat. Beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam lantas bersabda, “Carikanlah tiga buah batu untukku.” Kemudian aku
mendapatkan dua batu dan kotoran keledai. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi
wa sallam mengambil dua batu dan membuang kotoran tadi. Beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam lantas bersabda, “Kotoran ini termasuk najis”.” [17]
Hal ini menunjukkan bahwa
kotoran hewan yang tidak dimakan dagingnya semacam kotoran keledai jinak adalah
najis.
6 - Darah haidh
Dalil yang menunjukkan hal ini,
dari Asma’ binti Abi Bakr, beliau berkata, “Seorang wanita pernah mendatangi
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian berkata,
إِحْدَانَا يُصِيبُ ثَوْبَهَا
مِنْ دَمِ الْحَيْضَةِ كَيْفَ تَصْنَعُ بِهِ
“Di antara kami ada yang
bajunya terkena darah haidh. Apa yang harus kami perbuat?”
Beliau shallallahu ‘alaihi
wa sallam menjawab,
تَحُتُّهُ ثُمَّ تَقْرُصُهُ
بِالْمَاءِ ثُمَّ تَنْضَحُهُ ثُمَّ تُصَلِّى فِيهِ
“Gosok dan keriklah pakaian
tersebut dengan air, lalu percikilah. Kemudian shalatlah dengannya.” [18]
Shidiq Hasan Khon rahimahullah
mengatakan, “Perintah untuk menggosok dan mengerik darah haidh tersebut
menunjukkan akan kenajisannya.”[19]
7 - Jilatan anjing
Dari Abu Hurairah, beliau
berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
طُهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ
إِذَا وَلَغَ فِيهِ الْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ أُولاَهُنَّ
بِالتُّرَابِ
“Cara menyucikan bejana di
antara kalian apabila dijilat anjing adalah dicuci sebanyak tujuh kali dan
awalnya dengan tanah.”[20]
Yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, bagian anjing yang termasuk
najis adalah jilatannya saja. Sedangkan bulu dan anggota tubuh lainnya tetap
dianggap suci sebagaimana hukum asalnya.[21]
8 - Bangkai
Bangkai adalah hewan yang mati
begitu saja tanpa melalui penyembelihan yang syar’i.[22]
Najisnya bangkai adalah berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam dari Abdullah bin ‘Abbas,
إِذَا دُبِغَ الإِهَابُ فَقَدْ
طَهُرَ
“Apabila kulit bangkai tersebut
disamak, maka dia telah suci.”
Bangkai yang dikecualikan adalah
:
a - Bangkai ikan dan
belalang
Hal ini berdasarkan hadits Ibnu
Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ
وَدَمَانِ فَأَمَّا الْمَيْتَتَانِ فَالْحُوتُ وَالْجَرَادُ وَأَمَّا الدَّمَانِ
فَالْكَبِدُ وَالطِّحَالُ
“Kami dihalalkan dua bangkai
dan darah. Adapun dua bangkai tersebut adalah ikan dan belalang. Sedangkan dua
darah tersebut adalah hati dan limpa.” [23]
b - Bangkai hewan yang
darahnya tidak mengalir
Contohnya adalah bangkai lalat,
semut, lebah, dan kutu. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا وَقَعَ الذُّبَابُ فِى
إِنَاءِ أَحَدِكُمْ ، فَلْيَغْمِسْهُ كُلَّهُ ، ثُمَّ لْيَطْرَحْهُ ، فَإِنَّ فِى
أَحَدِ جَنَاحَيْهِ شِفَاءً وَفِى الآخَرِ دَاءً
“Apabila seekor lalat jatuh
di salah satu bejana di antara kalian, maka celupkanlah lalat tersebut seluruhnya,
kemudian buanglah. Sebab di salah satu sayap lalat ini terdapat racun
(penyakit) dan sayap lainnya terdapat penawarnya.”[24]
c - Tulang, tanduk,
kuku, rambut dan bulu dari bangkai
Semua ini termasuk bagian dari
bangkai yang suci karena kita kembalikan kepada hukum asal segala sesuatu
adalah suci. Mengenai hal ini telah diriwayatkan oleh Bukhari secara mu’allaq
(tanpa sanad), beliau rahimahullah berkata,
وَقَالَ حَمَّادٌ لاَ بَأْسَ
بِرِيشِ الْمَيْتَةِ . وَقَالَ الزُّهْرِىُّ فِى عِظَامِ الْمَوْتَى نَحْوَ
الْفِيلِ وَغَيْرِهِ أَدْرَكْتُ نَاسًا مِنْ سَلَفِ الْعُلَمَاءِ يَمْتَشِطُونَ بِهَا ، وَيَدَّهِنُونَ فِيهَا ، لاَ
يَرَوْنَ بِهِ بَأْسًا
“Hammad mengatakan bahwa
bulu bangkai tidaklah mengapa (yaitu tidak najis). Az Zuhri mengatakan tentang
tulang bangkai dari gajah dan semacamnya, ‘Aku menemukan beberapa ulama salaf
menyisir rambut dan berminyak dengan menggunakan tulang tersebut. Mereka
tidaklah menganggapnya najis hal ini’.” [25]
Tersisa pembahasan beberapa hal
yang sebenarnya tidak termasuk najis -menurut pendapat ulama yang lebih kuat-
yaitu mani, darah (selain darah haidh), muntah, dan khomr. Dan juga
masih tersisa pembahasan bagaimana cara membersihkan najis. Semoga Allah
memudahkan kami membahasnya dalam rubrik fiqih selanjutnya
§ Ketentuan dan tatacara membersihkan najis
Cara menghilangkan najis
yang menempel :
1. Najis Ringan
Cukup dibasuh dengan air hingga bersih baik zat, warna, maupun baunya. Najis akibat air seni/kencing anak dibawah 2 tahun yang masih minum susu membersihkannya cukup dengan memercikkan air saja.
1. Najis Ringan
Cukup dibasuh dengan air hingga bersih baik zat, warna, maupun baunya. Najis akibat air seni/kencing anak dibawah 2 tahun yang masih minum susu membersihkannya cukup dengan memercikkan air saja.
2. Najis Berat
Jika terkena air liur/ludah anjing maka membersihkannya harus dengan membasuh dengan air hingga 7 kali terus-menerus dengan salah satunya dengan medium tanah. Berarti 6 kali dibersihkan dengan air dan sekali dengan tanah.
Jika terkena air liur/ludah anjing maka membersihkannya harus dengan membasuh dengan air hingga 7 kali terus-menerus dengan salah satunya dengan medium tanah. Berarti 6 kali dibersihkan dengan air dan sekali dengan tanah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar